Sebenarnya,
Ini Hanya Proses Pencarian Jati Diri
Sembilan belas tahun sudah berlalu. Namun,kegelisahan tentang
diri ini masih menyelimuti hati. Aku masih belum tahu apa tujuan hidupku yang
sesungguhnya. Selama ini, begitu banyak cerita dan kisah yang telah ku tuliskan.
Begitu banyak jejak yang telah ku tinggalkan. Begitu banyak peristiwa yang telah
ku lewatkan. Begitu, hanya pencarian sebenarnya belum ku temukan karena aku
memang belum tahu tentang itu.
Masalah, bahagia, biasa – biasa saja datang silih berganti
mewarnai hidupku. Tetap saja, belum ada hal yang membuat hidup ini tenang
tentang makna tujuan yang akan dicapai. Aku terus berjalan tanpa banyak
berpikir mengenai tujuan tadi. Mengenal Tuhan, aku kenal seperti yang aku tahu
bahwa Dia yang tlah menciptakanku. Namun, aku juga belum menemukan arti,
mengapa Dia menciptakanku? Sementara aku hanya bisa berbuat dosa?
Mengenal Tuhan, seperti yang tadi aku sebutkan, aku mengenal
Allah sebagai pencipta, aku kenal Dia sebagai pemberi rizki kepada hamba-Nya.
Namun, aku tetap tak bersyukur atas apa yang telah ku terima. Aku selalu
mengeluh tentang apa pun itu. Aku malah semakin lalai atas perintah Allah.
Pernah, aku mengenal Allah lebih dari sebelumnya. Aku bukan
pamer. Ketika itu aku rajin sholat, tak hanya sholat wajib yang lima kali
sehari semalam, akan tetapi aku juga melaksanakan sholat sunat (rawatib, dhuha,
tahajjud kadang – kadang). Selain itu, aku juga tak lupa untuk mengerjakan puasa
senin dan kamis. Saat itu, aku sedikit merasakan ketenangan. Hidup ini seolah
terasa tanpa beban, tanpa masalah. Kalau pun ada, masalah itu dapat
diselesaikan dengan perasaan tenang.
Semua tak bertahan lama. Beberapa waktu setelah itu, aku
mengelah seorang pria yang menurutku sangat baik. Dia rajin beribadah dan juga
pintar. Dia menjadi kebanggaan di sekolah karena prestasi yang telah
diperolehnya. Selain itu, dia juga ramah pada semua orang. Hmm, wajahnya juga
lumayan tampan. Ouphz, aku mengaguminya. Kagum atas sikap dan perilakunya. Kagum
atas prestasinya. Kagum atas ibadahnya. Satuy lagi, aku mulai tertarik padanya.
Ah, tak ku sangka, dia juga tertarik padaku. Dia juga
menyukaiku. Hanya saja aku tak tahu alasan apa yang membuat dia menyukai ku. Lama
proses menuju kedekatan kami. Namun akhirnya, kami jadian. Tepatnya pacaran.
Memang indah yang kurasakan saat itu. Hari – hariku mulai diwarnai dengan canda
tawanya. Setiap saat hanya ada dia. Bagaimana tidak? Pagi bangun tidur, kami
telponan. Mau berangkat sekolah, sms-an dengan dia. Sedang belajar pun kami
tetap komunikasi. Pulang sekolah, telponan saling menceritakan peristiwa di
sekolah tadi. Malam, juga telponan sampai kami sama – sama tertidur dalam dan
telp masih dalam keadaan tersambung. Begitu lah hari – hari ku bersamanya.
Setahun terlewatkan dengan semua itu, hingga akhirnya aku mengetahui bahwa dia
selingkuh. Lebih parah dari itu, apa yang sudah dilakukan dengan selingkuhannya
sudah diluar jangkauan akalku.
Aku baru menyadari, ternyata selama bersamanya hidupku jauh
dari Tuhanku. Aku bahkan melupakan apa yang seharusnya selalu ku ingat. Yang
ada hannya dia dan dia. Baru juga aku menyadari, selama bersamanya, hidupku
selalu bermasalah. Hanya saja itu tertutupi untuk ku ungkap oleh dia yang
selalu seolah hadir untukku. Aku menyesal. Sangat menyesal. Sesaat rasa
penyesalan itu, saat dia ingin kembali kepadaku. Aku menerima dia kembali dalam
hidupku. Namun, banyak pihak yag melarangku.
“Yulia, belum cukupkah dengan apa yang sudah terjadi selama
ini? Berhentilah untuk urusi masalah yang seperti it uterus.”
Namun, dalam pikiranku, ini adalah jalan hidupku bersamanya
dan semua masalah yang terjadi adalah berupa pengorbanan dan perjuanganku
bersamanya. Jadi, hanya sebagai bumbu dalam suatu hubungan. Itu yang aku
pikirkan.
Uft, salahku selama ini. Terlalu mengagungkan cinta pada manusia
yang juga diberi cinta. Aku terluka saat tak hanya aku yang menjadi pacarnya.
Masih ada dua orang lagi. Dan itu lebih dari aku. Dari hal itu, ku pikirkan
baik – baik semua yang telah terjadi selam bersamanya.
-
Dia bukan menuntunku menjadi lebih baik, tetapi
membawaku ke jurang neraka yang paling dalam.
-
Dia bukan memberiku cinta dengan ketulusan, tetapi mengajariku
cinta dengan nafsu.
-
Dia bukan lelaki baik – baik seperti yang pertama kali
ku kenal, tetapi lelaki yang haus akan wanita.
-
Dia bukan lelaki taat ibadah seperti pertama kali ku
kenal, tetapi lelaki yang tak takut akan dosa.
Begitu aku mengenalnya sekarang. Aku melupakan Tuhanku karena
dia. Dia sangat licik dengan perhatian yang diberikannya. Aku tak ingin
membenci, tetapi aku tak ingin lagi mengenal yang seperti itu. Sudah cukup.
Itu, hanya sedikit yang telah terlewatkan. Aku tak mau jatuh
lebih dalam lagi. Saat seperti ini, aku begitu butuh Allah. Aku kembali sholat,
baca Qur-an. Aku mulai mendapat ketenangan lagi, namun aku belum mampu untuk
lupakan dia seutuhnya. Disinilah, awal pencarian, siapa aku seutuhnya? ,..,.,
0 comment:
Posting Komentar