Oalah, topik
apalah ini namanya. Ga jelas dan ngasal bikin judul aja. Gue emang lagi doyan
banget buat nulis. Mau ngawur ato ga nyambung, mohon dimaklumi aja. Lagi
belajar juga. Emang ia, gue ngerasa kata-kata pada “Judul” itu bagus dan
menarik. Kayak ungkapan yang biasa diucapin remaja sekarang, Cinta itu duri,
bukan tahi. Eh salah. Gue ralat ya, >> Cinta itu bukti, bukan
janji. Ini nih, baru benar. Ato seperti kata-kata andalan rakyat waktu
masa-masanya pilkada >> Kami butuh bukti, bukan janji.
Nah, sebagai mahasiswa jurusan Matematika, ga papa dong sesekali gue publish
tentang Matematika itu sendiri. Walau pun bukan secara umum, setidaknya udah
berani ngeluarin isi hati. *mati dong kalo is hati gue dikeluarin*.
:a: Gue rasa Matematika bisa juga
dikatakan seperti itu. Matematika itu bukti, bukan janji. Kenapa gue bilang
kayak gitu? Yah, memang seperti itulah Matematika. Kalo ga, berarti iya. Ga
boleh keduanya. Sama kayak lelaki yang setia, satu saja cukup. Ia ga bakal
pernah mau selingkuh. Ga bakal pernah pasang dua, tiga, apalagi lebih dari itu.
:b:
Untuk membuktikan sesuatu itu benar, maka haruslah diteliti dulu kebenarannya.
Tidak dengan cara menebak ato memberikan contoh saja. Akan tetapi perlu
pembuktian yang secara nyata dapat diterima menurut logika. Namun, juga ada
hal-hal yang secara logika dapat diterima namun tidak dapat dibuktikan.
Misalnya, 1+1=2. Ato kiamat itu pasti terjadi. Ada hal menarik yang baru gue
ketahui, ternyata akhir-akhir ini BPK (Badan Pemberantas Korupsi) di Indonesia
menerapkan prinsip logika matematika.
:c: Prinsip ini diterapkan dalam
pengecekan kekayaan suatu lembaga ato suatu individu yang bekerja di
pemerintahan. Pertanyaannya, darimanakah kekayaannya? Apakah cukup dari gajinya
saja, ato dari usaha lain, ato warisan dan ato malah korupsi? Caranya,
seseorang itu akan ditanyai pendapatannya dan penghasilan bersihnya. Jika
memang dengan penghasilan seperti itu dia bisa memiliki kekayaan sebanyak itu,
maka bisa diasumsikan bahwa ia terlepas dari ‘dugaan korupsi’. Namun, bila
dengan gaji atao penghasilan sebanyak itu masih dirasa kurang untuk mencukupi
semua kebutuhan mewahnya, namun ia mampu memenuhi lebih dari itu, maka ia akan
diduga melakukan korupsi dan akan ditindak lebih lanjut lagi.
:d: Gue rasa, ide ini cukup jitu untuk
mengungkap segala korupsi yang ada di Indonesia. Sebagai seseorang yang bangga
akan negaranya sendiri, perlu gue jujur kalo gue malu punya pejabat yang memenuhi
kehidupan elitnya dengan memakan uang rakyat dengan cara yang ga halal. Gue
juga malu punya pejabat yang punya seribu janji manis tapi ga ada buktinya.
Buat apa janji kalo ga ada bukti. Buat apa ngomong ini itu tapi pada
kenyataannya yang diomongin itu ‘kosong’. *Gue bilang ini untuk pejabat yang
seperti itu aja ya, yang ga kayak gitu ga usah ngerasa*. Bagusnya kayak
matematika yang selalu memberikan bukti untuk membuktikan kebenarannya.
:e: Sedikit ungkapan hati terdalam gue
untuk para pejabat yang korupsi, gue emang hanya anak kecil yang ga tau apa-apa
tentang pemerintahan. Gue emang ga tau apa-apa tentang cara mengelola keuangan.
Gue emang ga pernah tau apa-apa tentang kalian. Tapi satu hal yang gue tau
tentang mereka yang tinggal di bawah jembatan, mereka yang kelaparan, mereka
yang tinggal lingkungan kumuh, mereka yang menderita gizi buruk, mereka yang
putus sekolah, mereka yang menjadi pengemis di jalanan, mereka menjadi TKI dan
semua mereka yang kehidupannya tidak layak. Itu adalah karena kalian yang
merampas hak mereka. Kalian menjadikan kehidupan mereka lebih terpuruk. Kalian
yang tanpa nurani tak peduli atas penderitaan mereka. Di depan umum, berlagak
sok peduli, tapi di belakang seolah kalian ingin membunuh ‘mereka’.
:f: Adakah kalian berfikir wahai para
korupsi, kami adalah saudara setanah airmu. Keluarga sebangsamu. Seperti inikah
kau perlakukan kami? Seperti inikah kau biarkan kami terlantar? Seperti inikah
kau biarkan kami terus di jalanan? Terlalu hinakah kami untuk menjadi
saudaramu?? Tak sadarkah bahwa uang yang kau makan dari siapa??
:g: Ah, kalo ngomong masalah korupsi,
gue emang ga bisa diam. Rasanya seperti ada batu yang mengganjal di nadi gue.
Sesegera gue harus buang jauh batu itu. Tapi apa daya, siapalah gue? Tak
didengar, tapi tetap berteriak. Toh, siapa yang peduli. Bodoh.
:m: :n: :l: :k:
0 comment:
Posting Komentar