Senin, Februari 20

KORUPSI DI INDONESIA

olehh Yulia Gustina Nasrul di 2/20/2012 12:06:00 PM





BAB I
PENDAHULUAN


A.            Latar Belakang

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material).
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.

B.    Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.       Apakah korupsi itu ?
2.       Apa penyebab terjadinya korupsi ?
3.       Apa akibat terjadinya korupsi ?
4.       Bagaimana cara menanggulangi korupsi ?

C.    Tujuan Masalah
Beranjak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai adalah:
1.       Mengenal dan mengetahui apa pengertian, penyebab, akibat dan cara menanggulangi korupsi.
2.       Mengetahui perkembangan korupsi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian korupsi.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan –kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.

2. Sebab-sebab korupsi
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %).
Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi
adalah sebagai berikut :
 a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi
yaitu :
·         Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
·         Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
·         Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
·         Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
·         Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan.
·         Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dari korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
·         Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.

Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab
terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
ü  Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
ü  Warisan pemerintahan kolonial.
ü  Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

3. Akibat-akibat korupsi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat- akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
o   Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
o   Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
o   Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
o   Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,hilangnya  keahlian,  hilangnya  sumber-sumber  negara,  keterbatasankebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.

Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi - sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

4. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
҉     Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
҉     Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
҉     Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
҉     Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.
҉     Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan social ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1.       Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.       Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3.       para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4.       Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5.       Reorganisasi  dan  rasionalisasi  dari  organisasi  pemerintah,  melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6.       Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7.       Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
8.       Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
9.       Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10.   Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.


BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
a.       Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
b.      Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
c.       Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan  sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.

2.    Saran
Penulis mengharapkan apabila ada yang membuat makalah yang mengangkat tema yang sama dengan yang penulis buat pada saat ini dapat lebih menyempurnakan penulisannya.







DAFTAR PUSTAKA

Frederickson, George, H. 1984. Administrasi Negara Baru. Terjemahan . Jakarta:
LP3ES. Cetakan Pertama.

Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial   . Jakarta: Edisi Baru. CV. Rajawali Press.

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia . Bandung:
Penerbit Sinar Baru.

Lubis, Mochtar. 1977. Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri . Jakarta: Bhratara, Karya
Aksara.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.

Simon, Herbert. 1982. Administrative Behavior      . Terjemahan St. Dianjung. Jakarta:
PT. Bina Aksara.

0 comment:

 

Tanpa Nama Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei