Rabu, Februari 3

Fajar Ini

olehh Yulia Gustina Nasrul di 2/03/2016 02:20:00 AM



Kata terengkuh dalam balutan fajar mendekap pagi.
Tercurah di tiap tetes embun sentuh jemari dedaunan.
Ah, tegur sapa yang indah

Pada siapa lagi aku bisa mencurahkan segala sesak dunia yang membutakan jika bukan pada Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya. Pada siapa lagi aku mengadu jika bukan pada Dzat yang hidupku tergantung pertolongan-Nya. Pada siapa lagi aku memohon jika bukan kepada Dzat yang Maha mengabulkan permohonan hamba-Nya. Pada siapa lagi air mata ini tak terbuang sia-sia jika bukan karena penghambaanku kepada-Nya. Pada siapa lagi sujud ini punya arti jika bukan bersujud kepada-Nya. Ya, kepada-Nya yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, yang hidupku karena-Nya, yang bahagiaku Dia yang cipta. Semua karena-Nya yang Esa.
          Beratus jejak berkarat tertimbun debu membeku. Jika bukan karena kasih ampun-Nya kepada kita dosa-dosa menggunung tak kan tergadai walau dengan seribu sujud yang raga ini telah rubuh karenanya. Walau langkah terseok menuju bakti nan suci memuji-Nya. Bahkan dengan pedang terhunus menancap di dada pun tak kan mampu menghapus karat-karat dosa ini.
          Hening. Pada fajar ini ku temukan kedamaian merasuki jiwaku terdalam. Aku rindu ayat-ayat Tuhan. Aku rindu berbicara pada-Nya. Aku rindu kala kening mencium sajadah dengan air mata tanpa paksa. Aku rindu kala air mata membasahi pipi meratapi dosa. Aku rindu ketenangan seperti ini.

          Mungkin aku tak kan bosan mengulang bait-bait do’a dengan lidahku yang kalu. Biarlah. Aku tak ingin waktu ini merenggang. Aku ingin di waktu ini, menikmatinya. Agar mampu ku maknai setiap nyawa yang bukan hanya sekedar nafas tanpa makna, atau hidup tak hanya sekedar tangisan tanpa suara. Di waktu ini aku memahami, aku hanya seonggok daging yang diberi nama. Lantas apa jadinya seonggok daging itu tanpa tahu ia berasal dari mana dan mau kemana.

0 comment:

 

Tanpa Nama Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei