Rabu, Oktober 23

Ini Cerita Gue, Merapi

olehh Yulia Gustina Nasrul di 10/23/2013 03:55:00 AM




Gunung Merapi, Sumatera Barat adalah salah satu gunung berapi aktif yang masih banyak dikunjungi oleh para pendaki baik dari organisasi [sispala, mapala] maupun  petualang bebas [FreeLance, Amatiran]. Selain kondisi medannya yang tidak berat, juga hamparan bukit barisan dan danau Singkarak serta  kekokohan Gunung singgalang menjadi pemandangan yang sangat mengagumkan. Tak hanya itu, para pendaki juga dapat menikmati indahnya pemandangan sunrise dari puncak merpati.
Ini bukan kali pertamanya gue menapakkan kaki di sini. Ya, di sini, di cadas Puncak Merapi. Pemandangan kearah Singgalang masih sama, masih indah seperti pertama kali gue duduk di sini. Singgalang masih kokoh menjulang. Masih menyimpan permata hijau murni yang menyejukkan. Cadas ini pun masih sama, masih kuat dan perkasa. Tapi entah kenapa, gue selalu kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan kekaguman ini. Subhanallah.

[16 jam sebelumnya]
Gue hampir lupa, hari ini Sabtu, 28 September 2013 pukul 1700 WIB. Gue bersama 8 orang lainnya [Bg Najim, Bg daus, K’ Ijuih (Mapala Jamarsingsia); Bg Lalex (Medan, Mapala Juga, tapi gue lupa namanya); Bg Uchup (Mapala Teknik UI); Bg Chairul (Taruna Siaga Bencana); Da Zul, Bg bejo (Freelance); dan gue (karena gue manggil abg n kak, otomatis gue yang paling kecil)] mulai melangkahkan kaki melewati pos penjagaan. BKSDA, pintu hutan telah terlewati dengan penuh canda baru yang renyah. Berhenti untuk ishoma. Setelah Isya, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak, kira-kira 4 jam lagi bagi orang yang sudah biasa mendaki. Tapi tidak untuk kami, terutama gue. Gue terbiasa jalan santai, nggak buru-buru. Jadi, mau ga mau  mereka semua juga harus santai.
Ternyata cuaca sepertinya tak bersahabat dengan kami. Hujan, badai dan kabut menemani kami. Dingin mulai merasuki, menggigil, sesak nafas, tapi perjalanan tetap harus dilanjutkan. Akhirnya kami sampai di cadas. Dirikan tenda. Sepertinya tidak ada waktu untuk tertawa renyah seperti tadi. Tidak ada waktu untuk menatap pemandangan malam Bukittinggi dari sini.  Tidak ada waktu untuk saling bercengkrama sambil menutup malam menunggu pagi. Sepertinya memang tidak ada waktu untuk bersuara mala mini selain ‘ngorok’. Ah, tak seperti yang gue bayangin sebelumnya. Semua telah tertidur, kecuali gue.

[03.00 WIB, 28 September 2013]
Gue keluar tenda. Gue nggak percaya dengan apa yang gue lihat. Indah banget. Seperti hamparan warna-warni  bintang (Gila, bintang cuma satu warna). Padang Panjang dan Bukittinggi seketika berubah menjadi samudera berlian yang bersinar. Kabut yang tadinya menutupi kawasan itu menyingkir. Gue hanya bisa terdiam, sesak, bingung bagaimana cara mengungkapkan keindahan apa yang gue lihat. Kecewa yang tadinya menggelayuti pikiran gue berubah menjadi bahagia yang bahkan jika ada kapasitasnya akan lebih dari kapasitas itu. Pemandangan yang bisa gue lihat dengan mata minus aja seindah ini, apalagi dengan mata normal. Indah banget pokoknya.

[07.00 WIB, 28 September 2013]
Kecewa lagi. Gue nggak bisa lihat sunrise. Kabut telah kembali. Bahkan jarak pandang hanya sekitar 2 meter. Jadi gue putuskan untuk tidur saja. Toh, semalaman gue nggak bias tidur. Yupp, gue tidur. Belum lama tidur, gue udah dibangunin oleh riuh angin kencang. Nggak jadi tidur. Akhirnya gue dan kk Mona hunting foto aja. Walaupun berkabut, setidaknya ada moment yang bisa gue ingat.

[09.00 WIB, 28 September 2013]

Itulah waktu sekarang. Di sini. Sebaik apa pun rencana kita, jauh lebih baik rencana Allah untuk kita. Gue nggak bisa lihat sunrise, nggak bisa lihat danau Singkarak. Tapi gue bisa lihat sebesar apa diri gue. Gue bisa lihat kalo ketegaran gue tak setegar cadas. Satu hal yang gue sadari di sini, tak ada yang perlu dibanggakan dari hidup ini. Tak ada yang perlu disombongkan.

0 comment:

 

Tanpa Nama Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei